Minggu, 11 Maret 2012

Terlambat dan Kehilangan (Cerpen)


••• 
Karena ku sanggup.. 
Walau ku 'tak mau.. 
Berdiri sendiri tanpamu.. 
Kumau kau 'tak usah ragu.. 
Tinggalkan aku, kalau memang harus begitu.. 
••• 

ACHA P.O.V 

Kembali aku merenungi semua kenangan masa lalu itu. Masa lalu saatku masih bersamanya, masa lalu saat kenangan-kenangan yang terasa begitu manis. Senyumannya yang begitu memikat hatiku hingga sekarang. Tetapi, itu dulu bukan sekarang. 


Aku tertunduk. Memang. Memang aku tak pantas lagi untuk merindukannya, tapi..apa salah aku masih menyayanginya. Aku tak bisa berkata apapun saat semuanya memang bukan milikku lagi. 


Tak mudah ungkapkan dengan hati, 
Saat senyum dan tangis menyatu, 
Tapi ini terbaik untukku dan untuk dirimu..
 


Flasback On 


Aku menatapnya dengan mata yang berlinangan air mata. Tetapi, aku tetap tersenyum. Senyuman perih. 


“Gapapa kok, Zy..aku yakin ini yang terbaik kok dengan cara kita berpisah.. Semoga kamu langgeng ya sama Aren,” ucapku sembari tersenyum. Ozy menunduk bersalah. Hatiku semakin tersayat, mengapa aku harus membohonginya. 


“Acha..maafin aku,” lirih Ozy. Aku tersenyum. 


“Gak pa-pa kok, Zy. Aku yakin kamu bisa bahagianya sama Aren, bukan sama aku..,” Ozy menatapku, aku mencoba tak menatap mata-nya yang dapat membuatku semakin tak rela melepasnya. Air mataku hampir menetes. “Aku pulang ya, Zy. Kita berteman?” Tanyaku sembari mengulurkan tanganku. Ozy menatap tanganku sebentar, sedikit ragu-ragu ia membalas uluran tanganku dan tersenyum. 


“Iya, Cha. Thanks ya buat pengertian lo. Lo emang cewek yang terbaik,” ucap Ozy tulus. Aku menunduk dan mulai melangkahkan kakiku meninggalkan Ozy disitu. 


Flashback Off 


Hanya waktu yang mampu mengerti.. 
Betapa berat perpisahan ini.. 
Semoga cerita cinta ini.. 
Menjadi kenangan indah nanti..
 


Aku tersenyum. Sudah 3 minggu aku dan Ozy berpisah. Dan, ya aku rasa Ozy masih bersama Aren. Aku yakin, Ozy akan lebih bahagia bersama Aren. 


Ozy. Ahmad Fauzi Adriansyah. Dia adalah laki-laki pertama yang bisa memiliki hatiku. Sampai saat ini, aku masih mencintainya. Ternyata benar apa yang dibilang orang-orang, Cinta pertama itu sulit untuk dilupakan. 


Oh ya, aku Larissa Safanah Arief atau Raissa Arif, dan bisa dipanggil Acha. Setelah memainkan lagu yang memiliki arti yang cukup dalam itu, aku berdiri dan berniat untuk pergi ke swalayan sebentar, untuk membeli beberapa benda-benda pokok yang sudah habis. 


~ 


Aku menatap lirih ke arah Ozy yang sedang menatap geram ke Aren. Ya, Ozy memergoki Aren tengah berdua dengan seorang cowok yang mungkin itu adalah 'selingkuhannya'. 


Ozy menggebrak kesal meja yang berada dihadapannya, lalu pergi meninggalkan Aren yang masih tertunduk dengan isakkannya. 


Masih dalam keadaan tak percaya, tetapi aku harus cepat. Aku tau bagaimana Ozy jika sudah seperti ini, pasti dia akan membawa mobilnya dengan ugal-ugalan. 


Buru-buru aku mengejar Ozy menuju ke arah parkiran. Aku masih sempat melihat wajahnya yang memerah, menahan amarah. Sungguh! Aku tak pernah percaya dengan semua ini, mengapa Aren bisa menyakiti Ozy. Bila aku tahu semuanya akan seperti ini, aku takkan pernah membiarkan Ozy bersama Aren. Aren hanya bisa menyakiti Ozy. 


••• 

meskipun aku bukan siapa-siapa, 
bukan yang sempurna.. 
namun percayalah hatiku milikmu.. 

••• 

Hujan yang begitu deras, membuatku harus berbasah-basahan untuk mengejar Ozy. Dan syukurlah, aku berhasil mengejarnya. Segera aku menahannya. 


“Zy, gue aja yang nyetir, lo kacau banget..,” ucapku. Ozy mengernyitkan dahinya. Menatapku heran. Tak mau berlama-lama aku segera menariknya masuk kedalam mobil dan mendudukkannya disebelah kursi kemudi. 


Masih dengan baju yang basah, aku menyetir mobil Ozy menuju ke sebuah taman. Sesekali aku melirik Ozy yang menatap lurus dan menerawang. Di dalam keheningan ini, aku masih bersabar. 


Aku tahu, sebesar apa Ozy mencintai Aren. Dadaku sangat sesak saat harus melihatnya seperti ini, ekpresinya sangat datar. Jaket hitam yang ia kenakan pun tak cukup membuatnya hangat. 


Tak munafik, dan tak membohongi perasaanku untuknya. Aku menyayanginya. Masih! Hingga saat ini! Bahkan, aku sendiri tak pernah membiarkan ia merasa sakit sendiri. 


Setelah beberapa saat berada di dalam keheningan itu, aku menatap Ozy yang masih menatap lurus kearah jalanan yang masih sedikit terkena rintikkan langit yang menangis, sama seperti hatiku saat ini. 


“Zy, turun.” Ajakku kepada Ozy. Ozy bergeming. Aku menatapnya, lalu menghembuskan nafas berat. Aku membuka pintuku terlebih dahulu, lalu keluar dan membuka pintu Ozy, dan menariknya untuk keluar. 


~ 


Aku dan Ozy duduk disalah satu bangku ditaman ini, pandangan Ozy dan ekspresi Ozy masih tetap sama. Aku mencoba bersabar. Dadaku semakin sesak. Tak bisa melihat Ozy yang seperti ini. 


“Zy,” panggilku seraya membuka keheningan diantara kami. Tampaknya Ozy sedang menahan amarahnya, wajahnya yang tampan dan terkena sedikit titik-titik air mata langit itu membuat aku semakin terpesona. Tetapi, wajahnya yang memerah itu membuat aku semakin bersalah. 


“Lampiasin amarah lo disini, Zy. Kalo perlu lo teriak kenceng-kenceng! Lo juga boleh nangis, lo bahkan boleh mukul gue, tampar gue juga. Biar lo bisa puas menumpahkan amarah lo disini,” saranku menggebu-gebu. Ozy tak bergeming. Aku menatapnya. 


Satu tetes air mata mengalir dari salah satu matanya, dadaku semakin sesak. Ingin aku memeluknya, tetapi aku merasa aku bukanlah siapa-siapanya. 


PLAK. Ozy menamparku. Aku tersenyum. Pipiku memerah, aku sedikit meringis. Menahan sakit. “Lagi, Zy. Lagi! Kalo lo emang masih belom puas,” ucapku lirih. 


Terdiam untuk beberapa saat. Hujan mulai sedikit mereda. Dan, PLAK. Tamparan kedua mendarat di pipiku. Aku meringis, kali ini membuat sudut bibirku sedikit berdarah dan membiru. Aku terdiam. 


“A..apa lo masih belom puas? Lo boleh tampar gue lagi.” Ucapku yang sedikit menahan sakit. Ozy menatapku lirih. 


“Maaf, Cha..aku gak bermak..” Belum sempat Ozy menyelesaikan kalimatnya, Aku sudah menyambar terlebih dahulu. 


“Udah gak pa-pa kok. Gimana? Lo udah mendingan?” Tanyaku ramah dan tulus. Ozy menatap sudut bibirku yang sedikit berdarah. 


“Cha,” panggil Ozy seraya mengulurkan tangannya untuk menyentuh sudut bibirku. Aku menepisnya. “Eh, em..maaf Cha. A..ak..” 


“Aku pulang ya, Zy.. Jangan terlarut sama kesedihan kamu. Aku tahu kamu sayang banget sama Aren, tapi..semuanya itu pasti bakalan berpisah, aku harap kamu bisa lebih tegar ya, Zy..,” ucapku sembari menepuk pundak Ozy. Ozy tersenyum. Aku melangkahkan kakiku meninggalkan tempat ini. 

'AKU MASIH SAYANG SAMA KAMU, ZY. SAMPAI SEKARANG PERASAANKU MASIH SAMA SEPERTI DULU' Teriakku dalam hati. 

••• 
Ku harus pergi meninggalkan kamu 
Yang telah hancurkan aku, 
••• 

Kembali terngiang di ingatanku. Aku masih tak percaya dengan perbuatanku tadi, betapa cerobohnya aku. Tapi, apalah arti dua tamparan dipipiku itu, daripada tamparan dihatiku saat melihatnya sedih. 


Sakit, benar-benar sakit saat melihatnya sedih, sakit saat mengenangnya dengan Aren. 


Bisakah bintang-bintang dilangit itu membantuku, apa yang harus aku lakukan?. 


Aku menatap foto-ku dan Ozy saat masih berpacaran, disitu aku tersenyum menatap Ozy yang tertawa sembari merangkulku. Ah, wajahnya yang seperti itu yang aku inginkan! Bukan saat Aren menghancurkan perasaannya. 

~ 

Entah aku sering merasa, Ozy selalu mencariku. Aku sudah mengambil keputusan untuk menjauhinya. Menatap wajahnya dari jauh. Cukup kemarin saja aku dekat dengannya. 


“Acha..” Panggil Ozy. Aku tersentak. 


“Em, maaf..Zy. Gue dipanggil ke ruang Guru. Permisi.” Ucapku untuk mencoba menjauhi Ozy. Melewati sudut mataku, aku melihat raut kekecewaan terpancar di wajah tampan itu. Aku harus dan tetap menjauhi Ozy. 'maafin aku, Zy..' 

••• 
Meski waktu akan mampu.. 
Memanggil sluruh ragaku.. 
Kuingin kau tahu, ku slalu milkmu.. 
Yang mencintaimu.. 
Spanjang Hidupku.. 
••• 

Terpaksa aku harus berjalan kaki dikarenakan, yaa..kendaraanku masuk rumah sakit. Siang yang panas, membuat keringatku semakin mengucur deras. 


Untuk mengurangi kebosananku, aku mengambil I-pod ku yang memang selalu aku bawa jikalau nanti aku bosan. 


Ku putar lagu yang sedikit ber-aroma Galau. Vidi Aldiano - Lagu Kita. Menghayati lagu ini, membuat semua kenanganku dan Ozy semakin terngiang. 

Aku milikmu, Kau milikku..Takkan ada yang pisahkan kita.. 
Ini lagu kita, 'tuk selamanya, janjiku untukmu..Takkan tinggalkan dirimu~
 

Sedikit bersenandung kecil, lagu yang benar-benar mengingatkan akan janji Ozy denganku. 

~ 

Memasuki jalan dan perkarangan yang sepi. Bulu kudukku serempak berdiri, rumah-rumah yang berada disini-pun terlihat jarang. Seram. 


Acha kan berani, Acha kan cewek yang kuat!, ucapku sembari menyemangati diriku sendiri. 


Mataku terbelalak lebar. Sebuah motor Cagiva berwarna Hitam yang ku kenali adalah motornya Ozy. Ya! Hei, mengapa ada sekerumun laki-laki besar mengelilingi sesuatu. 


Sesuatu itu adalah OZY! Ah! Aku tak bisa tinggal diam. Aku harus menyelamatkan Ozy. Apapun demi Ozy. 


Tunggu, ternyata ada seseorang laki-laki yang sepertinya adalah 'Dalang' dari pengeroyokkan itu. 


Ingin coba berteriak minta tolong, tapi ini kan tempat yang sepi. SHIT!. Dengan mengendap-endap aku berjalan mendekati kerumunan itu. 


Bayangkan! 4 vs 1? 


Aku melihat seseorang laki-laki bertubuh tegap dan sedikit kecil dari yang lainnya mencoba menghunuskan pisau kepada Ozy. Dengan gerakan cepat aku menyelinap dan memang disisi kanan yang tidak dijaga oleh kawanan itu. 


Dan, BLESSH. Pisau itu mengenai pinggang kiri-ku. Darah mengucur deras. Wajahku dan Ozy sekarang berhadapan. Aku tersenyum padanya. 

“Aa..Ac..Acha..” Ucapnya terbata. Bibirku memucat, senyuman getir menahan sakit dariku. 


Laki-laki yang diduga olehku memiliki dendam terhadap Ozy itu melarikan diri. 


Tubuhku melemas, dan jatuh di pelukan Ozy. Ia menopang tubuhku. 


“Acha, bertahan Cha.. Demi aku!” Lirih Ozy. Aku masih tersenyum. 


“Tunggu Cha, kamu bertahan,” Ozy mengambil HandPhone-nya yang kuyakini saat ini dia sedang mencari kontak nomer telephone Ambulance. 


Aku menggeleng. “Ga..gausah..Zy..” Ucapku terbata. 


Ini adalah wujud pengorbananku demi orang yang aku sayang. Bukankah, kita harus rela berkorban demi orang yang kita sayang. Aku sadar. Aku masih menyayanginya. Masih mencintainya. Selama aku masih bisa melihat senyumannya, aku yakin aku bisa tegar. Melihatnya dari berbeda alam pun tak apa, asal ia tetap bahagia. 


“Cha, aku sayang sama kamu Cha. Aku cinta sama kamu. Jangan nyerah Cha, kamu bertahan Cha.” Pintanya padaku. 


“Aku juga sayang sama kamu, Zy. Aku minta sama kamu, tetaplah kuat tanpa aku.” 


“Aku gak bisa kalo tanpa kamu, Cha. Maafin aku atas kebodohanku kemarin. Aku akui aku benar-benar sayang kamu, Cha. Dan aku baru sadar, Aku gak bisa kehilangan kamu.” Lirih Ozy. Aku tersenyum. Harapanku selama ini kalau Ozy memiliki perasaan yang sama denganku-pun terwujud. 


ARRGGHHH, erangku dalam hati. Sakit itu semakin menjalar ketubuhku. Aku sudah tak kuat lagi. 


“Aku..aku gak bener-bener hilang, Zy. Aku ada dihati kamu,” tuturku. 


“Ka..karna..aa..ku mencintaimu..dan hatiku..hanya untukmu.. Tak akan menyerah..dan takkan berhenti mencintaimu..” Senandungku diantara erangan sakitku. 


“Aa..aku per..pergi ya..Zy..aa..aku..saa..sayang..sama..kamu..selamanya..” Ucapku kemudian, mataku menutup. Tubuhku terasa ringan. 

••• 
Tak ada tempat seperti surga untuk ku habiskan hidupku dengamu.. 
Barisan syair yang terindah akan ku lantunkan.. 
Teruntuk dirimu cinta separuh sukma jiwaku.. 
••• 

AUTHOR P.O.V 

3 hari kepergian Acha. Ozy masih berdiam diri di kamarnya. Terkadang ia memainkan gitarnya. Ia benar-benar merasa kehilangan Acha. Semangat hidupnya pun berkurang. 


“Gue sayang elo, Cha. Gue gak bisa kehilangan elo, Cha..,” ujar Ozy sembari menatap ke arah bintang-bintang dilangit, berharap disalah satu bintang itu adalah Acha. 


Bintang malam katakan padanya 
Aku ingin melukis sinarmu di hatinya 
Embun pagi sampaikan padanya 
Biar ku dekap erat waktu dingin membelenggunya 

Tahukah engkau wahai langit 
Aku ingin bertemu membelai wajahnya 
Kan ku pasang hiasan angkasa yang terindah 
Hanya untuk dirinya 
Lagu rindu ini kuciptakan 
Hanya untuk bidadari hatiku tercinta 
Walau hanya nada sederhana 
Ijinkan ku ungkap segenap rasa dan kerinduan
 

“Zy, kamu jangan gini, Zy. Kamu jangan terlarut dalam kesedihan kamu. Aku gak bener-bener pergi Zy. Aku ada dihati kamu.” Ucap suara yang benar-benar lembut dan pelan. Bahkan hanya dapat didengar oleh Ozy. 


Ozy tersentak. “Cha, aku mohon Cha, kamu kembali Cha. Kembali ke aku. Aku bener-bener merasa kehilangan kamu.” Mohon Ozy. 


“Zy, apapun yang terjadi, aku akan selalu ada buat kamu. Tolong, jangan sia-siain pengorbanan aku. Bahagialah, dan buat aku juga bahagia melihat kamu tersenyum.” Pinta Acha. Ozy menghela nafas berat. Bayangan putih Acha sedikit menampakkan diri. 


“Aku tahu, Cha. Tapi kebahagiaan aku adalah kamu. Kalau kamu gak ada disisi aku..aku gak bisa bahagia.” 


“Zy, aku mohon. Lepasin aku, relain aku pergi. Kalau kamu seperti ini, kamu nyakitin hati Mama kamu. Ayolah Zy, kamu bangkit, demi aku.” 


Ozy menghela nafas berat. Ia tahu, ia seharusnya tak boleh seperti ini. Sungguh Egois dirinya. “Oke, Cha. Demi kamu, dan kamu harus janji ke aku, selalu ada untuk aku?” Tanya Ozy pada Acha. 


“Selalu Zy. Untuk selamanya.” Jawab Acha, lalu menghilang. 


Ozy tersenyum getir. Benar, ia memang terlambat. Terlambat menyadari perasaannya yang sesungguhnya. Memang, di dunia ini tak ada yang benar-benar merelakan seseorang pergi. Apapun yang terjadi, ia tetap harus bisa mencoba untuk mengikhlaskan Acha pergi. 

-END- 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar