Rabu, 09 Mei 2012

I Miss.... (Cerpen)

Random fanfiction. Don’t read if you don’t like! Ini Cuma cerita gaje yang punya alur gak nyambung.

Hope You Like It

*
One night I stand I remind of you
Our hope and dreams tears in my eyes
When you gone so fast
When I realized, you know I can’t be perfect

*

Terputar kembali kenangan-kenangan lama itu, kenangan yang tiba-tiba muncul dan teringat disaat sepi seperti ini. Entah sepertinya suasana benar-benar mendukungnya untuk mengingat kembali kejadian –mungkin- setahun yang lalu dirasakannya.

Berbagai macam harapan yang ia inginkan agar tetap dan dapat terus bersama sang laki-laki hilang, hancur diterpa oleh angin berhembus yang membisikkan kata yang sama sekali tak dilakukan olehnya. Hanya karna dari mulut seseoranglah ia daapat menyimpulkannya dan dapat membuat perasaanku hancur, dan runtuh disaat laki-laki itu sudah mulai bisa benar-benar meyakinkanku bahwa ‘aku mencintainya’.

Air mata mengalir setetes demi tetes hingga membuat sungai kecil dipipi putih mulusnya. Ia menyesal, menyesal mengapa sempat menjadi milik laki-laki itu, pernah mencintai laki-laki itu. Dengan awal pendekatan kata-kata yang sungguh manis, dan putus dengan kata yang menyakitkan, di ‘fitnah’ dengan kata ‘selingkuh’ –yang padahal– tak pernah dilakukan olehnya.

Mulai dari situ, ia menarik kesimpulan… Mengapa tak ada kesempatan kedua untuknya, untuk membuktikan bahwa itu salah? Apa…, kau tak pernah tulus mencintaiku?

Ify  juga cukup sadar, ia sendiri salah, dekat dengan laki-laki lain, yang padahal hanya sebatas teman ber-SMS-an. Atau, memang Rio–Mantan Ify–  hanya berniat mempermainkannya? Ify cukup tau jikalau dirinya memang tak sempurna, seharusnya Rio sadar bahwa Ify juga pasti akan melakukan kesalahan. Apa Rio memang sudah dibutakan oleh bisikkan fitnahan orang terhadap dirinya?

*

I fall from you
You make me like I can’t stand with you
You make me like I can’t life with you
I can’t hold your hand
So please don’t let me down

*

Jujur, baru kali inilah Ify merasa benar-benar terpuruk oleh cinta, jatuh ke tempat yang seharusnya tak pernah ia singgahi dan sekarang hanya meyisahkan luka menganga didalam hatinya. Rio benar-benar membuatnya tak pernah bisa berpaling darinya, buat move on aja gue susah, cowok yang ngedeketin sih banyak, tapi gue masih gak bisa lupa sama Rio, batin Ify lirih.

Dilangkahkan kakinya mengarah kekelas X.4. kelas yang berseberangan dengan kelas Rio, XI IPA-4. Ify dapat melihat dengan jelas, apa yang Rio lakukan sekarang, bercanda dengan seseorang perempuan, yang ‘katanya’ adalah kekasihnya sekarang. Dada Ify semakin menyesak ketika melihat pemandangan itu, air matanya berusaha menyerobot keluar dari matanya, dan… tes, satu tetes air mata jatuh di pipi kirinya, sesegera mungkin ia menghapus air mata itu.

“Udahlah, Fy, lupain ‘Kak Rio’ lo itu, dia udah punya someone baru tuh..” Ify terlonjak kaget ketika Agni –sahabatnya– menepuk pundaknya. Ify hanya menghela nafas berat, sesak di rongga dadanya sudah agak sedikit berkurang.

“Haha, gak kok, Ag, gue turut seneng aja deh dia udah nemuin orang yang bener-bener sempurna buat dia, bisa kasih senyum tulus buat dia, semoga selamanya deh haha…” ucap Ify sedikit tertawa kaku, dan sembari berjalan menuju kekelasnya. Agni mengikutinya.

“Yah, bagus deh kalo lo udah bisa nerima apa yang ada didepan mata lo sekarang… Gue harap lo bisa kayak gini terus, Fy, gak tergantung sama kenangan.” Ify tersenyum, ia merasa benar-benar beruntung memiliki sahabat seperti Agni.

Thanks banget, Ag!” Agni hanya mengangguk sembari tersenyum manis.

Maaf, Ag, seutuhnya gue belum bener-bener ikhlas liat senyuman Kak Rio untuk cewek lain. Tapi, gue juga gamau terus terpuruk gara-gara Kak Rio doang. Kak Rio, lo sukses buat gue untuk gak berpaling dari elo, gak bisa berdiri sendiri tanpa elo, dan… Lo juga gak bisa hidup tanpa elo. Tapi, kenapa sekarang lo buat gue bener-bener jatuh setelah lo kasih gue harapan tinggi buat milikin elo, hhh. Lirih Ify dalam hati.


*

I try to be stronger
When I know everything over
Every time I feel everyday I think
I never see you ones again

*

Gue nyoba tegar, gue nyoba kuat, gue nyoba buat selalu senyum, gue juga lagi nyoba buat sadar kalo cerita antara kita itu udah selesai. Tapi, satu yang gue tahu…, kalo elo belum berakhir di hati gue, selamanya.

Ify menekan tombol ‘post’ yang ada dihalaman blog-nya. Seperti biasa, ia ingin berbagi cerita dengan visitors blog-nya. Dia bener-bener galau sekarang. Mungkin, tak pernah lelah otaknya untuk mengingat sosok ‘Kak Rio’ yang pernah menjadi salah satu bagian dari hatinya, bagian dari hidupnya, bagian dari cerita hidupnya.

Berbagai kenangan itu berkelebat lagi di otaknya, ia tahu, ini Cuma cerita ‘cinta monyet’ yang masih belum konsisten dengan masa depan, pacaran yang hanya untuk senang-senang saja, pacaran anak muda ABG Labil. Tapi, bukan ini yang menjadi masalahnya. Sebentar lagi aka nada Ujian kenaikan kelas, dan itu berarti Rio akan menjadi anak kelas XII dan waktunya benar-benar sedikit untuk melihat Rio lagi disekolahnya.

Ify benar-benar ingin tidak membuang waktu yang tersisa sedikit itu dengan berdiam diri menatap sesosok itu dengan seseorang wanita pengisi hatinya. Ify benar-benar ingin memperbaiki hubungannya dengan Rio, paling tidak, ia bisa menjadi teman dari seorang Rio, bukan sebagai pengisi hati sesosok Rio.

Ia benar-benar belum siap untuk tak melihat Rio lagi selama beberapa tahun ke depan. Takut tak akan pernah bisa melihat wajah yang selalu dirindukannya disetiap ia sedang merasa sepi, merasa hanya Rio-lah yang tak pernah membuatnya merasa sepi.

*

I know I can’t be stronger
Even I try to forget you
Oh no, I missing you
I need is you, so please don’t make me feel like
I keep you in my heart

*

Ify sadar, ia takkan pernah bisa sekuat karang yang selalu dihempas ombak, hatinya terlalu rapuh, terlalu mudah sakit hanya dengan melihat Rio dan Shilla–kekasih Rio. Sekeras apapun usahanya untuk tetap kuat, ia takkan pernah bisa, hanya untuk menyadari bahwa Ia dan Rio sudah tak ada hubungan lagi saja benar-benar sudah menghancurkan sebagian hatinya.

Bagaimana kalau ia harus dan sangat dianjurkan untuk melupakan Rio, apa hatinya takkan hancur? Rio bahkan sudah sering memintanya untuk melupakan dirinya, dan mencari sesosok laki-laki lain yang dapat menerima segala kekurangan Ify.

Tapi, bagaimana bisa Ify melupakan Rio, jika disetiap harinya dia terus terbayang sosok Rio yang tetap ada di fikirannya. Ify benar-benar lelah dengan hatinya. Seandainya saja…. Ah sudah cukup sering ia berandai-andai, dan itu takkan mungkin terjadi, berhentilah berandai-andai dan mengharapkan sesosok Rio lagi.

Ia tak dapat memungkiri lagi sekarang, Ia benar-benar merindukan sosok Rio disampingnya, ia menyimpan semua foto SMS dari Rio, membacanya lagi berulang-ulang, begitu manis kata-katanya, tapi apa, sekarang? Tak ada lagi kata-kata seperti itu lagi. Ify tertawa miris.

Ify benar-benar membutuhkan Rio, menginginkan Rio selalu ada disampingnya.

Tolong, Yo, jangan buat gue kayak gini, bantu gue buat ngelupain elo. Bantu gue buat nyadarin kalo elo emang bukan buat gue lagi. Gue benci ngakuin gue kangen sama lo, kangen suara elo, senyum lo, wajah lo, semua yang ada di elo. Bantu gue melangkah demi ngelupain elo, Yo…

*

I miss your smile, I miss your face
I need you’re here, I need your hope
In every night, in everyday
Like you want me to be

I miss your voice, I miss your laugh
I need you’re here, I need your hope
In every night in everyday
It’s you
You know everything it’s  you

*

Thanks for reading, maaf kalo jelek, pendek, dan dialog-nya dikit.

Song: Still Virgin – Hate To Miss Someone

Kamis, 05 April 2012

About my feel (selama ini~~)



gausah dibaca kalo gasuka wkwk:p

cuma sekedar curhat!!
Biasa, masalah anak muda kalo bukan soal cinta!

Lo-lo semua bisa bayangin gak jadi gue? Bayangin rasanya kayak abis dilempar keluar angkasa, terbang terus tiba – tiba jatuh lagi! Rasanya sakit -_-
Seandainya nih, lo tau kalo lo punya perasaan buat orang laen, terus orang itu juga tau secara gak langsung dengan ngeliat sebuah FOTO, sebuah CAPTURE SCREEN namanya dia, dan dengan warna font, PINK! Jelas – jelas itu bukan maunya gue, orang dari hape gue emang theme-nya begitu! Gue gak tau kalo temen – temen gue buka galeri foto gue, gue fikir juga tuh anak yang kebeneran lagi ngerjain tugas kelompok dirumah gue gamau tau urusan gue, lagian itu juga hapenya gue! Karna emang gue berfikir kalo dia orangnya cuek juga, sebodolah!
Dan keesokan harinya pas disekolah, gue yang gatau apa-apa tiba2 temen gue yang teryata ikutan liat galeri foto gue itu ngeledekin gue dengan namanya tuh anak! Spontan dong gue Tanya, tau darimana? Eh dia jawab dari hape gue. Buru – buru dah gue hapus tuh capture screen. Bodo amat, ntar buat lagi susah banget sih, batin gue.
Jadilah hampir sekelas ngeledekin gue gitu, Cuma si cowok itu masa bodo sm gue, emang sih sikapnya rada berubah.

Gak lama dari situtuh, gue denger-denger dia jadian sama adek kelas gue sendiri. Spontan gue lemes, gue gak tau lagi gimana rasanya bumi sekarang, padahal gue lagi nginjek tuh! Setiap yang berhubungan sama dia, gue nyoba buat senyum, ngasih respon positif. Gak lama dari situ juga, gue udah bisa nganggep biasa, bahkan tuh perasaan ngilang aja entah kemana. Gue selalu berdoa yang terbaik buat dia, hubungannya longlast sama adek kelas gue, padahal gue tau nih adek kelas gue itu “playgirl” abis! Gue gak urus sama cap-an itu, gue taunya mereka bahagia….GUE SENENG. Gue tau gue munafik, tapi yaaaaah namanya gue, gue kan seorang ‘loser’ bukan seorang ‘wonderwoman’ wkwk. Gatau darimana asalnya, eh gue denger lagi nih, katanya sih ya, kalo adek kelas gue yang jadi pacarnya dia itu, punya cowok 3 diluar sana, berarti 4 dongyah sama si doi?-______- gue kaget sih, dan dari situ juga gue liat status bbm-nya dia bukan nama cewenya lagi. Gue ngerasa nyesek aja, ternyata lebih sakit lagi pas kita ngeliat orang yang kita sayang itu sedih.

Dari situ hubungan mereka kayaknya renggang, kata temen gue, adek kelas gue itu kayak digantung gitu, si doi udah gapernah sms dia lagi, gapernah pulang bareng lagi, dari situ juga perasaan yang udah ilang entah kemana, eh balik lagi jadi suka -____-
Tapi hubungan mereka udah sampe sebulan,WOW banget kan! Salut gue sama dia, hebat banget bisa bertahan sm si doi. Wkwk
Actually, bukan itu yang bikin gue nyesek! Yang bikin gue nyesek itu, pas tau kalo dia suka sm gue, eh tiba – tiba jadian sama cewek lain!! TAY banget kan?!?!?!?!?
Dan dari situ jug ague sering galauin dia! Padahal nih, bener-bener dah. Capek gue kalo misalnya kayak gini terus. Kadang nih ya, gue pengeeeeeen banget ngelupain, bahkan nih kalo bisa BENCI sekalian! Tapi yaaa, gue sih still believe that God has a beautiful plan for me! Gue yakin, semakin gue sabar mendem nih rasa, semakin kuat juga gue berencana buat ngelupain dia *apabangetsih?*
Well, I know, before the greatest thing, there’s the badness feel to reach the greatest thing that! *komatkamitsoksokanbisa*
HAHA thanks banget yang udah mau baca nih curhatan, gue tau ini gak jelas banget, tapiiii yah sekalian lah, kan idup gue juga gakjelas gini. Eh bukan idup sih! Tapi soal hati wkwk.-.

THANKYOUUUUUU :*******

U! *CopasNovel* -Bab 5


---
 

Bab 5: Lidia Dan Alyssa. 

Aku menarik Papa masuk lift, meninggalkan LIdia dan Kak Rio terbengong-bengong di luar sana. 

“ADDDUU...DUUUH!!! Paaa...sakit dooong!” Aku menjerit ketika Papa dengan teganya menjewer kupingku. 

“Kamu apa-apaan sih, Fy? Malu, kan! Masa kamu menarik-narik Papa di depan umum kayak gitu! Kamu kan udah besar, Fy. Udah kelas dua SMA loh...” Protes Papa padaku. 

Ah, Papa! Kalau sudah kelas dua SMA kenapa aku dijewer seperti anak TK begini? “Lagian sih...” 

“Lagian apa?” Potong Papa. “Papa juga belum sempat ngomong sama Oom yang tadi ngobrol sama kamu itu...” 

Aku langsung mendelik. “Papa! Kok Oom sih? Itu namanya Kak Rio...,” ralatku cepat. Eeh! Kok aku sempat-sempatnya ngebelain cowok itu? Aku juga tadi memanggil dia Oom. 

“Yah...okelah! Kak Rio... Tapi dia ada perlu apa?” Tanyaa Papa lagi. 

“Mana Ify tahu! Katanya sih bukan lagi minta sumbangan. Tanya sendiri aja sana,” jawabku. 

Papa menghela napas, lalu menurunkan intonasi suaranya. “Gimana Papa bisa nanya kalau kamu narik-narik Papa kayak gitu tadi... Lagi pula...” 

“Lagi pula aapa?” Gantian aku yang sewot. “Lagi pula, Lidia manggil Papa, kan?” 

Gantian Papa yang mendelik sekarang. “Bukan Lidia! Dia Tante Lidia! Kamu harus sopan sama orang yang udah tua dong, Fy.” 

Aku otomatis pasang tampang supercemberut. Kok Papa malah belain si Lidia itu sih?! Bete! 

Papa melihat ke arahku, jelas banget dia tahu aku marah. Papa hendak mengelus kepalaku, tapi HP-nya berbunyi saat lift tiba di lantai dasar. Hasilnya, Papa mengangkat HP, kepalaku dicuekin. Aku makin bete! 

“Ooh...iya...iya! Maaf ya tadi...” Papa ngobrol di telepon, entah dengan siapa. 

“Iya, saya sama Ify mau makan. Ify kam mau makan apa?” Tanya Papa menatapku. 

“Makan batu!” Ujarku kesal. Makan apa? Biasanya Papa gak perlu tanya. Papa kan tahu aku suka banget makan seafood di restoran sebelaah kantornya itu. 

“Ooh...nggak! Gak pa-pa! Kami mau makan di restoran seafood sebbelah kantor ini. Oh, boleh! Kita bareng saja!” 

Papa menutup telepon, dia senyum-senyum menatapku. “Papa yakin, kepiting itu jauh lebih enak dari batu, Fy. Kita makan di restoran seafood aja ya?!” Ujarnya sambil merangkul lalu mengacak-acak rambutku. 

Aku mendongak, memasang tampang cemberut. Papa tersenyum sambil menjawil hidungku. Mau gak mau, akuu ikut tersenyum dan akhirnya memeluk lengan Papa. Kami berdua berjalan menuju restoran seafood kesayanganku. 

*** 

“Kepiting dua, udang rebus dua porsi, kerang darah dua porsi juga. Minumnya jus avokad dan air putih,” ujarku pede kepada pelayan restoran. Dia mengangguk-angguk, mencatat, lalu pergi meninggalkanku. 

Eh? Kok dia pergi? aku kan belum selesai. “MAS! MAS! TUNGGU!” Teriakku. Orang-orang di sekitar kami menengok semua. Papa memberiku kode supaya jangan berisisk. 

Pelayan itu kembali. “Kenapa, Mbak? Ada yang kurang?” Tanyanya ramah. Nah, satu lagi kelebihan restoran ini. Semua pelayannya ramah banget. Gak peduli aku cuma SMA. Soalnya yang dateng kan orang kantoran semua. 

“Ada yang kurang gimana?” Gerutuku. “Papa belom mesen, langsung ditinggal.” 

Pelayan itu menngerutkan dahi lalu meneliti menu ppesananku tadi. “Bukannya udah semua? Kepiting dua, udang rebus dan kerang juga dua. Minumnya jus avokad dan air putih, kan?” 

“Itu semua pesanan saya, Mas! Papa belom.” 

Pelayan itu kontan bengong. Orang-orang di sekitar kami ketawa cekikikan. Papa cengar-cengir di sampingku. “Maklum aja, Mas! Ify kelaperan.” 

Pelayan itu menggaruk-garuk kepala lalu kembali mengeluarkan pensilnya. “Bapak mau pesen apa?” 

“Sama seperti Ify,” ujar Papa. “Tambahkan kangkung cah buat sayurnya, trus minumnya jus ketimun dan air jeruk.” 

Pelayan itu membelalakkan mata gak cuma pelayan itu aja kok. Aku juga. 

“Papa mesennya kok banyak banget sih?” Tanyaku heran. Ini kayak bukan Papa aja. Papa juga doyan seafood sih, tapi gak segila aku. Dan Papa biasanya memesan ikan bakar, bukannya udang atau kepiting. Satu lagi yang membuat kebingunganku bertambbah, papa gak pernah memesan jus ketimun sebelumnya. 

“Papa juga ngundang orang lain makan bareng kita disini, Fy,” ujar Papa. 

Aku langsung lemas mendengar penjelasan Papa. Uuugh, Papa payah! Aku kan pengin berdua sama Papa saja hari ini. Aku bahkan belum sempat memamerkan nilai ulangan matematikaku. 

“Paa...kita berdua aja dong!” Pintaku dengan sangat memelas. 

“Jangan manja begitu dong, Ify. Papa kan sepenuhnya bareng-bareng sama kamu kalau udah nyampe di rumah!” Papa bebrusaha memberikan pengertian padaku. 

Hhhh... Aku menghela nafas jengkel. Memangnya kenapa? Masa aku gak boleh berduaan dengan papaku sendiri? 

“Hmmm...kamu manja banget sama papamu kayaknya? Mama kamu gak cemburu tuh?” 

DEG! Aku langsung terdiam. Kenapa justru kata-kata cowok itu yang terngiang-ngiang di kepalaku? Pertanyaannya yang belum sempat ku jawab itu. Pertanyaan tentang Mama yang sebenarnya gak ingin ku jawab. 

MAMA!!! Ya Mama!!! Dua belas tahun telah berlalu. Sejak saat itu aku kehilangan sosok untuk kupanggil Mama. 

Masih sangat jelas dalam ingatanku bagaimana wajah Papa saat aku bilang aku ingin beli pesawat untuk pergi mengunjungi Mama di surga... 

Dua belas tahun yang lalu... 

Papa menatapku dengan pandangan paling sedih yang pernah aku lihat. Aku tahu Papa hampir menangis. Aku langsung naik ke pangkuannya dan memeluk Papa. 

“Pa...Papa tenang aja! Aku gak pergi sendirian. Papa pasti kuajak! Kita bareng-bareng ke sana ya, Pa...” 

Papa langsung memelukku erat. Perlahan kurasakan cairan hangat menyentuh pundakku. Papa menangis. 

Sayangnya, saat itu aku terlalu polos dan bodoh untuk mengetahui kenapa Papa menangis. Dan karena gak mau capek-capek mikir, aku ikutan nangis juga. 

Akhirnya Papa sibuk menenangkanku, dan kami pergi ke bank keesokan harinya untuk menabungkan uangku. (Aku ingat banget bagaimana tampang melongo teller bank itu) dan sepulang dari bank, Papa mengajakku makan es krim di Swensens. 

Dengan berlalunya waktu, sedikit demi sedikir aku mulai memahami arti kepergian Mama ke surga. Aku sada, naik pesawat ke luar angkasa sekalipun aku gak bakal bisa menemui Mama lagi. Kecuali kalau Pesawat yang kunaiki itu meledak. Aku juga mengerti apa arti di pusara Mama. Ya, Mama meninggal karena kanker rahim yang dideritanya. Mama pergi meninggalkan aku dan papa untuk selama-lamanya. Dia pergi dalam tidur tenangnya. Dan melalu penjelasan guru Sekolahku, aku tahu Mama sekarang duduk bersama-sama Tuhan di surga sana. 

Namu butuh waktu lebih lama lagi untuk menyembuhkan luka di hatiku. Bagaimana aku harus berulang kali menahan rasa iti melihat teman-temanku selalu diantar-jemput mamanya ke sekolah. Bagaimana aku harus ditarik Papa ketika aku juga ingin dielus rambutnya oleh wanita yang sedang mengelus rambut anaknya dengan penuh kasih sayang didepan mataku. Bagaimana aku dengan ganas langsung menerjang teman sekelasku, Malikha, karena dia dengan sombongnya memamerkan bekal buatan mamanya di hadapanku. 

Hmmm...aku paling ingat yang terkahir. Aku ingat mencakar Malikha dengan sepenuh hati. Hasilnya, Malikha menangis meraung-raung dan Bu Guru dengan senang hati langsung menghukumku. Ia memberiku tugas superkejam. Aku harus menilis, AKU GAK AKAN BERTENGKAR LAGI DENGAN TEMANKU sebanyak dua puluh lembar bolak-balik di buku menulis halis. 

Aku mengerjakan tugas itu sambil menangis di rumah. Papa sibuk menghiburku dan bilang, “Bu Guru gak bermaksud jahat, Sayang...” 

Dalam sedu sedanku, aku memeluk Papa. “Malikha bukan temanku! Aku gak mau disuruh berjanji sebanyak ini...” 


“Fy...” 

Aku tersentak. Tangan Papa dengan lembut mengelus kepalaku. 

Aku tersadar dari lamunan dan menatap Papa. Papa juga menatapku dengan wajah penuh kesabarannya itu. 

Aku mengehela napas. Harus kuakui kata-kata Papa ada benarnya. Aku selalu memonopoli Papa selama ini. 

“Maaf ya, Pa!” Ujarku lirih. 

Papa tersenyum menatapku. “Maaf apa nih? Kok tiba-tiba? Jangan-jangan nilai ulangan matematika kamu dapat jelek, ya?” 

Heh! Ulangan Matematika?! Aku langsung mendelik senang menatap Papa. Inilah saatnya! Aku langsung merogoh isi tasku dan mengeluarka selembar kertas. Kusodorkan kertas itu tepat dihadapan muka Papa, supaya Papa bisa melihat angka 100 itu dengan sejelas-jelasnya. 

Aku menurunkan kertas itu dan kulihat Papa tersenyum lebar. “Kamu mau minta apa?” Tanya Papa langsung tanpa basa-basi. 

YEESS!!!! Ini dia yang aku tunggu-tunggu. Kesempatan itu datang!! Dan saat aku hendak menjawab, datanglah seseorang ke meja kami... 

“Maaf terlambat!” 

Saat itu juga, hilanglah semua mood baikku hari ini. Lenyap jugalah semua kata-kata di mulutku. Dan yang paling parah, nafsu makanku juga langsung ikut lenyap entah ke mana. 

“Halo, Ify...,” ujar orang itu ramah. 

Demi sopan santun, aku memaksakan senyuman. Padahal aku ingin sekali melemparkan kaus olahragaku ke mukanya. 

“Wah, kebetulan Lidia dateng,” ujar Papa dengan senyum terkembang. 

Lidia duduk disebelahku dan dengan sok manis mengajakku ngobrol, dia juga memuji nilai ulangan matematika-ku (“Wah, kamu bisa nyaingin Einstein ntar!”) 

Aku cuma bisa nyengir bego mendengar komentar jayusnya. Apa dia gak sadar aku bete berat? Huh!! Ngapain juga dia ikutan duduk di sini?! 

Saat makanan datang, aku sudah benar-benar gak nafsu makan lagi. Kepiting saus tiram di hadapanku tiba-tiba berubah jadi kayak batu. Hhh... Daripada duduk di sini sama Lidia mendingan aku makan batu beneran! 

“Ify...kamu mau cemberut sampai kapan? Kok kepitingnya didiemin? Kamu kan doyan banget kepiting?” Tanya Papa lembut padaku. 

Aku melengos dan tetap cemberut. Gak mau tahu! Kali ini aku benar-benar mengibarkan bendera perang sama Papa. 

“Saya mau permisi ke toilet dulu yaa...” Lidia bangkir dengan sopan lalu melenggang menjauh. 

“Ify!” Papa memanggilku. 

Aku mendongak, Papa menatapku dengan pandangan bingung. “Kamu kenapa sih, Fy?” 

“Ify gak suka ada Lidia!” Ujarku cepat. 

“Dia kan cuma ikut makan dengan kita...kenapa sih? Lagi pula, dia baik banget sama kamu kok...“ 

Aku hanya diam. Itulah Papa! Suka bego! Bayangin, Papa jadi baik banget sama Lidia gara-gara Lidia baik sama aku. Yaaah...jelas aja dia baik sama aku, dia kan mau mengambil hati Papa lewat aku. Maaf saja! Aku gak bakal tertipu! 

Seperempat jam berlalu... 

Cacing-cacing di perutku sudah berteriak dengan suara bulat “LAPAAAR!!!” Oke, aku ralat kata-kataku tadi. Tadi aku bilang nafsu makanku hilang karena lihat Lidia. Tapi karena lihat Papa makan dengan lahapnya, otomatis selera makanku kembali dengan sukses. Namun demi gengsi dan kehormatanku, aku menahan diri untuk gak menyentuh kepitingku. 

Lidia kembali dari kamar mandi. Samar, tercium bau parfumnya yang enak dan lembut. Hmmm...pasti dia tadi menyemprotkan parfum banyak-banyak di kamar mandi. Genit banget! 

“Maaf ya lama,” ujar Lidia sopan. Dia memang selalu sopan. 

“Oohh, gak pa-pa... Pasti tadi Tante Lidia bingung, mau nyemprotin parfumnya sepuluh atau dua puluh kali kan?” Sindirku kejam. 

Papa langsung memelototi aku. Aku sok cuek. 

Herannya, Lidia justru terbelalak lalu tertawa. “Kok kamu tahu? Kamu lihat ya tadi?” 

Aku bengong. Ajaib! Di mengakuinya! 

Lidia langsung bicara lagi. “Tadi ada orang yang muntah di kamar mandid, Pak! Waaah, suasana langsung kacau! Mungkin orang itu kebanyakkan makan kepiting atau apalah. Nah, otomatis jadi agak bau amis. Cleaning service udah ngelap muntahnya, tapi samar-samar masih kecium. Kasihan kan orang yang datang ke toilet, mereka jadi males masuk. Ya udah, saya semprotkan parfum aja ke sekeliling ruangan. Orang yang muntah juga saya semprot, soalnya bajunya kan juga kena sedikit tadi. Kasian kalau sampai teman duduknya meremehkan dia.” 

OOHHHH!!! Aku terbelalak! Alangkah mulianya Lidia! Menyemprotkan parfum Elizabeth Arden di sekeliling ruangan kamar mandi?! Ck... Ck...ck... Alasan macam apa itu?v bohong banget! Pintar juga dia mengarang alasan sepanjang itu. Bisa nangis si Elizabeth Arden kalau tahu parfumnya disemprotin kayak nyemprot obat nyamuk. 

Namun efek samping kata-kata Lidia ternyata cukup hebat, Papa langsung menatap Lidia dengan pandangan penuh kekaguman. 

“Kamu baik sekali,” puji Papa. Aku mendengus pelan. 

“Aku mau ke toilet...,” ujarku cepat sambil bangkit dari kursi. Aku ingin membuktikan kata-kata Lidia tadi. Dia mungkin bisa bohongin Papa, tapi jangan coba-coba bohongin aku. 

Sialnya, aku bergerak terlalu cepat dan... 

GUBRAAAK! Aku bertambrakan dengan seseorang yang sedang melangkah melintasi meja kami. Aku terjatuh! 

Sialan! Gak tahu aku lagi buru-buru? 

Aku mendongak dan langsung menyemburkan makian. Dan...aku benar-benar gak mempercayai pengelihatanku. 

Cowok sinis berkacamata tadi...alias KAK RIO... 

---- 

U! *CopasNovel* -Bab 4

---- 

Bab 4: Memory About You. 

PERLU waktu sekitar 3 detik buat gue untuk melambaikan tangan setelah melongo melihat cewek SMA itu menarik-narik Papanya masuk lift. Gila! Masih ada ya orang ajaib kayak gitu. Siapa namanya tadi? Oh ya, Ify. 

Hei!!! Ini kayak bukan gue aja! Biasanya gue butuh diingetin berapa kali nama cewek yang kenalan sama gue. Soalnya banyak banget, man! Tapi kenapa gue langsung ingat nama cewek satu ini? Hmm..gak salah-salah amat sih! Siapa sih yang gak ingat sama cewek nyentrik kayak begitu? 

Gue melirik cewek berpakaian matching yang berdiri gak jauh dari gue. Sekretaris kantor ini. Dia menghela nafas superdongkol. Hahaha...jadi pengin ketawa! Pasti dia sebel banget melihat tingkah si Ify. Kalau gue gak ada, mungkin kursi-kursi disini sudah dilempar-lemparin sama dia. 

Kayak kata temen gue si Ozy, “Jangan remehkan the power of angry woman! Mereka bisa memorak-porandakan dunia!” Itu benar banget! Waktu gue masih kuliah, pernah ada cewek yang...ehm...naksir gue, trus dia nekat nembak gue. Meski tuh cewek lumayan cantik dan body-nya keren, tetap aja gue alergi lihat cewek agresif banget kayak gitu. Dan berakhirlah kejadian itu dengan kata-kata penolakan dari bibir gue dan berbalas tamparan nyaring di pipi gue (sadis banget tu cewek!). Masalah gak selesai sampai disitu. Cewek tadi dengan kejamnya malah menyebarkan gosip gue gay. BAYANGIN?! MINTA DIGAMPAR BANGET, KAN?! 

Dan gue harus ngerasain hari-hari paling menyebalkan sejagat raya sejak gosip murahan itu tersebar. Saat gue masuk ke kantin, ada beberapa cowok yang takut dekat-dekat gue. Mereka malah sampai pindah meja gara-gara takut duduk dekat gue. Sialan! Walaupun gay beneran, gue pasti pilih-pilih! Gak asal tangkap orang kayak mereka. 

Lebih parahnya lagi, sekumpulan cewek menjerit histeris mendengar kabar “fitnahan” itu, malah satu di antaranya pingsan dengan sukses. (Kok dia yang pingsan? Seharusnya kan gue! Aneh!) 

Dengan dua kejadian di atas, gak bisa dipungkiti lagi satu-satunya hal yang sangat gue idam-idamkan saat itu adalah mematahkan tulang-tulang cewek sialan itu. Tapi sebagai cowok gentle dan sangat menghargai cewek, gue hanya bisa mengatupkan bibir rapat-rapat dan menahan diri. Kalau gak, tu cewek pasti udah terkapar di ruang ICU. 

Untung yang namanya gosip pasti reda dengan sendirinya. Yaaah, ternyata masih banyak manusia normal yang percaya gue memang cowok tulen. Salah satunya Dea, cewek cantik blasteran Batak-India itu. Apalagi setelah itu gue pacaran dengan Dea. Lenyap ditelan bumi deh tuh gosip. 

Hmm... Dea?! Gue jadi inget lagi sama dia. Apa kabar dia sekarang? Hhhh...mungkin sekarang Dea tertawa senang melihat gue mikirin dia kayak gini. Yah, tertawa senang dari atas sana. 

Hhhh...gue jadi teringat lagi saat terakhir kali gue ketemu Dea... 

“Denger dulu, De...Aku...” 
PLAK!!! Sebelum gue menyelesaikan kata kelima Dea telah terlebih dahulu menampar gue. MY GOD! Dongkol banget gue! Kenapa sih cewek suka ngegampar cowok? 

Yang paling bikin jengkel, kenapa dia gak mau dengar penjelasan gue dulu? 

“Gak perlu banyak ngomong, Yo... Foto ini buktinya!” Seloroh Dea dengan pandangan sedingin es. Dia jelas sgak mau tahu kata-kata gue selanjutnya. Apalagi di tangannya ada tiga lembar foto penyebaran masalah itu. 

Dan...seperti adegan-adegan dramatis di sinetron yang dibuat slow motion, Dea melemparkan foto itu ke muka gue, lalu membalikkan badan dan pergi. Gue hanya bisa memandangi kepergiannya. Kaki gue ingin bergerak mengejar, tapi otak gue memerintahkan gue untuk diam. Mulut gue ingin minta dia untuk kembali, tapi harga diri gue bilang TIDAK! Gue menatap foto-foto yang tergeletak di bawah kaki gue dan menendangnya penuh amarah. 

Sejak saat itu Dea pun hilang dari kehidupan gue. Saat itu gue mati-matian menekan perasaan gue supaya tetap cuek dan gak peduli. 

“Terserah dia!” Maki gue berulang kali tiap Agni mengingatkan gue untuk kembali pada Dea dan menjelaskan masalah sepele itu. Bagaimanapun juga gue tersinggung sama sikap Dea. Dia dengan seenaknya menuduh gue selingkuh, tanpa mau dengar penjelasan gue dulu. Padahal gue pergi nonton sama Agni kan bukan berarti gue selingkuh. 

Agni itu sahabat gue. Dia baru saja divonis kena kanker payudara. Terang saja gue sebagai sahabat merasa prihatin. Waktu itu gue ingin menghibur Agni, makanya gue mengajak dia nonton. Dan saat itu, Agni tiba-tiba pusing, makanya gue tuntun dia biar gak jatuh. Sialnya, adegan itu disaksikan Zahra, cewek cantik bermulut tajam kayak durian. 

Zahra pun langsung beraksi manas-manasin Dea bak provokator. Zahra yakin banget gue selingkuh. Dengan cerdasnya, Zahra sempat mengambil beberapa foto gue dan Agni dengan HP berkamera miliknya. So, gue bisa apa? Dea sudah cemburu buta waktu itu dan gak bisa mikir pake akal sehat lagi. Terus terang, gue sebenarnya heran juga, apa yang dicekokin si Zahra ke Dea? Kok Dea sampai menelan bulat-bulat berita itu? 

Tapi sebagai cowok, saat itu harga diri gue juga tinggi. Gue gak mau capek-capek ngejelasin semuanya dan minta maaf ke dia. Ngapain gue ngejar-ngejar cewek yang gak percaya sama pacarnya sendiri? Silakan pergi! Masih banyak cewek lain didunia ini. 

Sampai suatu hari... Entah beberapa bulan kemudian (yang bagi gue rasanya sudah berabad-abad), gue akhirnya ketemu Dea lagi. Dea gak berubah. Dia tetap cantik, hidungnya tetap pesek, tahi lalat di sebelah matanya juga gak berubah. Dan yang paling penting, dia tetap memberikan desiran-desiran aneh di hati gue. 

Tapi saat itu gue udah gak bisa ngobrol dan bilang maaf lagi sama dia...karena Dea yang gue temui saat itu sudah terbujur kaku di kotak jenazah. Dia meninggal dalam upayanya menggugurkan kandungan di tempat praktik ilegal. Dea melakukan tindakan itu karena kekasih barunya yang brengsek gak mau bertanggung jawab. Gue dengar, usia kandungan Dea saat itu sudah tiga bulan. 

SUMPAAH! Gue kalap waktu itu. Kalau gak di tahan, mungkin gue sudah mengobrak-abrik rumah cowok itu. Gue gak puas kalau cowok itu gak gue bikin babak belur dulu. 

Dan saat itu gue baru sadar sebenarnya gue masih sayang sama Dea. YA TUHAAAN!!! Bodoh banget gue!! Gue menyesal banget sudah ninggalin Dea. Kalau dia masish cewek gue, Dea gak bakal ketemu bajingan itu, mereka gak bakalan pacaran, mereka gak bakal ngelakuin hubungan terkutuk itu, dan Dea gak bakal dipanggil Tuhan secepat itu. 

Hhhh... Kenapa cowook dilahirkan dengan gengsi selangit dan mereka akhirnya harus jatuh terpuruk karena mempertahankan gengsi?! 


“RIO!!!” 

Semmua lamunan gue tentang Dea langsung buyar mendengar teriakan bernada terkejut itu. 

Gue menoleh. Dan seperti yang gue tebak, di belakang gue, Bokap berdiri dengan mulut ternganga, pasti gak percaya lihat gue datang ke sini. 

“Wah! Kalau tahu kamu datang, pasti rapat tadi di batalkan...,” ujar Bokap dengan yakinnya. 

Gue cuma bisa mendengus pelan. Alasan! Gak mungkin banget! Bisa-bisanya Bokap ngomong kayak gitu. Asal kalian tahu, buat Bokap, gue tuh anak angkat. Sedangkan anak kandung Bokap yang sebenarnya adalah kantor ini. 

“Kamu sendirian, Yo?” 

“Iya!” Jawab gue pendek. 

“Teman kamu Dea gak ikut?” 

FOR GOD'S SAKE!! Gue langsung melotot. Lihat! Inilah bokap gue! Gak berusaha tahu secuil pun tentang gue. Dia bahkan gak tahu gue dan Dea sudah putus dari zaman dulu kala, dia gak tau Dea sudah meninggal, dan dia juga gak peduli setelah Dea ada Rahmi, Nova, Irva, Agni dan sederet nama lain yang sempat bergelar sebagai cewek gue. Yah, sejak itu status gue berubah. Dulu gue sampe disangka gay, tapi setelah semua orang tahu gue playboy. 

Bokap GAK TAHU soal itu semua! Dia gak tahu dan gak mau tahu! Dan menurut gue, dia memang gak perlu tahu. 

“Dea lagi pergi,” jawab gue asal. Tapi ada benarnya, kan? Dea memang pergi. Pergi selama-lamanya ke surga sana. 

“Ooohh,” jawab Bokap pendek. 

Lagi-lagi gue mendengus. Gue tahu Bokap cuma basa-basi nanyain Dea. Gue berani taruhan, kalau gue bilang Dea lagi main layang-layang terus nyangkut di genteng pun, pasti Bokap juga cuma bakal bilang “Oooh”. 

Detik ini juga gue sadar gue salah banget datang ke sini. Ngapain gue capek-capek menunggu dua jam demi makhluk gak berperasaan di hadapan gue?! Gue memandang map yang gue pegang dengan kesal. Padahal gue pengin nunjukin prestasi hebat ke Bokap. Gue pengin bikin dia bangga. 

Lagi pula, memang sudah seharusnya Bokap bangga. Gue lulus dalam waktu tiga setengah tahun dengan predikat cum laude dari universitas negeri favorit. Setelah itu gue langsung diterima sebagai pegawai di kantor akuntan yang termasuk the big five di Indonesia. Lalu dalam empat tahun masa kerja, gue punya peluang besar diangkat jadi manajer. Dan sekarang gue bikin satu prestasi lagi. Gue baru saja dapat kabar bahwa gue berhasil mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi S2 di salah satu universitas beken di Amerika. 

Makanya, dengan semangat '45 gue datang ke kantor Bokap. Gue bahkan rela menunggu selama dua jam. Dan apa yang gue dapat? Seorang ayah yang mungkin gak ingat berapa umur anaknya sekarang.

“Kita bicara di ruangan Papa saja ya. Sekalian ada kerjaan yang harus Papa selesaikan,” ujar BIkap masih dengan cuek. 

“Oke! Gak masalah!” Gue pun menjawab dengan sikap tenang dan seprofesional mungkin. Kalau Bokap bisa cuek, gue bisa jauuuh lebih cuek lagi sama dia. Dia anggap gue rekan kerja? Gue bakal anggap dia rival kerja? Fair, kan? 

KRIUUUK!!! 

Bokap bengong mendengar bunyi itu. 

Damn! Gue jelas panik. Ngapain juga perut gue bunyi tiba-tiba dengan gak tahu malunya. 

Bokap menatap gue dan nyengir lebar. “Ngobrolnya kita pindah ke restoran seafood di sebelah kantor ini aja kalau begitu!” 

Mau gak mau, gue ikutan nyengir juga. Yaaah...udah terlanjur! Mau diapain lagi?! Setidaknya kali ini Bokap lebih mementingkan perut gue daripada pekerjaannya itu. Gue senang, dia ternyata cukup ngerti gue. 

Diam-diam, gue nyesel juga karena sudah nyalahin Bokap macam-macam. Apa boleh buat, Bokap memang sibuk. Tapi dia sibuk dengan kerjaannya, kan? Daripada dia sibuk selingkuh kayak bokapp teman gue, si Irsyad. Dan satu lagi yang gak bisa gue pungkirin, semua yang Bokap lakukan sekarang juga ada alasannya. 

Lagi pula, gue juga kan yang menikmati hasilnya. Kalau bukan karena Bokap, gue gak akan bisa liburan ke luar negeri dua kali setahun dan gue gak mungkin ngelilingi Jakarta pake VW Beetle hitam gue sekarang. 

Bokap merangkul pundak gue dengan akrab, membuat gue merasa kembali ke jaman dulu, seperti anak SD yang minta dibeliin es krim sama Bokapnya. Yaaah...berapa pun umur gue sekarang, kalau bisa nyicipin kasih sayang Bokap lagi, gue rela-rela aja kok balik jadi diri gue waktu kecil. 

“Mama sedang apa dirumah?” Tanya Bokap pada gue. 

Gue menghela nafas. “Mama pasti sedang kangen sama Papa...” 

---- 

U! *CopasNovel* -Bab 3


---- 

Bab 4: Papa Datang!!! 


Kata pepatah ”don't jdge a book from its cover” ternyata emang bener. Cowok berkacamata sinis itu ternyata gak segarang dan semenyebalkan yang aku kira. Kelihatannya sih pinter, abis dia pakai kacamata sih, tapi... Hahahaha... Ternyata gaptek banget! Masak ngotak-ngatik HP sendiri gak bisa sih! Payah! Kampungan! Gak go international! 

Tapi untung aku tadi udah bantuin dia. Cewek yang nerima message tadi pasti seneng banget tuh! Soalnya ada gambar mawar dan hatinya. Cewek kan paling suka dua hal itu. Cowok kok bodoh banget ya, bisa gak ngeh? Duh, coba gabriel ngirim MMS kayak gitu ke aku, pasti aku udah keleper-keleper. 

Akhirnya cowok berkacamata sinis tadi ngucapin makasih. Waah, aku seneng banget! Ternyata aku bisa berguna buat orang lain. Mungkin ini sudah rencana Tuhan, aku disuruh Papa agar dapat membantu si CBSA ini. (Singkatan dari Cowok Berkacamata Sinis Abis) 

“Sama-sama. Aku seneng kok bisa ngebantu!” Ujarku tulus. 

Cowok itu berjalan ke depanku. Mengulurkan tangannya. “Nama kamu siapa? Saya Rio..” 

WOW kayaknya aku emang berjodoh dengan Iel. Bayangin dong, juga wajah cowok itu terus mengejarku kemana-mana. Seketika saat aku melihat wajahnya yang sedikit mirip dengan Iel. 

“Nama aku Ify! Emmh... Jadi aku manggilnya Oom Rio ya?” Ujarku balas menyalaminya. 

“EH! Jangan! Rio aja! Gak usah pake Oom! Saya kan masih muda,” jawabnya cepat. 

“Gak boleh!” Balasku. “Bisa dimarahin sama Papa ntar...masak manggil orang yang lebih tua pake nama doang sih?” 

Cowok berkacamata sin...eh...salah...cowok bernama Rio itu ketawa kecil. “Hahaha...iya juga ya! Oke, kamu panggil saya Kak Rio aja gimana?” 

Aku menimbang-nimbang sejenak. Sounds good! “Okeh! Nah kalau manggilnya Kak Rio, Papa pasti setuju. Aku gak bakal dimarahin deh!!” Ujarku sambil mengedipkan mata. 

“Hahahaha...kamu tuh nurut banget ya sama kata-kata Papa kamu?” 

“Iya dong! Aku kan sayang banget sama Papa!” Ujarku bangga. 

“Hmmm...kamu manja banget sama papapmu kayaknya? Mama kamu gak cemburu tuh?” 

Rasanya aku tersedak mendengar ucapannya. Aku tiba-tiba terdiam. Gak tau mau menjawab apa. “Aa...” 

“IFY!!” 

Aku menengok. Papa berdiri di depan pintu ruang rapat yang terbuka. Finally! Rapat sialan itu selesai juga. 

Papa berjalan ke arahku. Aku langsung menggandeng lengan Papa yang kokoh. “Papa!” 

“Maaf, Sayang! Kamu nunggu kelamaan ya? Pak Toddy bikin rapat mendadak, Papa gak sempat bilang ke kamu,” ujar Papa sambil mengelus rambutku. Nah, ini dia nih kebiasaan Papa yang paliiiiiiiing aku sukai, mengelus rambutku. Biar jengkel kayak apapun, kalau Papa sudah mengelus rambutku pasti kemarahanku langsung menguap semua. 

Papa menoleh ke arah Kak Rio. “Oh ya, Anda siapa ya?” Tanya Papa ramah tapi dengan pandangan yang menyelidik. 

“Saya...” 

Belum sempat Kak Rio menjawab, terdengar suara nyaring nan merdu dari belakangku. “Pak Marcello...” 

OH GOD! ITS A NIGHTMARE!! Gak usah nengok aku juga tahu itu pasti suara Lidia yang centil itu. 

“PA! AKU LAPER!! AYO CEPET YUK!” Aku langsung menarik-narik lengan Papa menuju lift yang terbuka. Kali ini aku gak akan membiarkan Lidia memonopolinya. 

“DAAAH... OOM...eh salah... DAAAH, KAK RIOOOO!!!” 

--- 

Minggu, 11 Maret 2012

U! *CopasNovel -Bab 2


Bab 2: Menunggu Ternyata Gak Bete-Bete Amat. 


Rio P.O.V


Sesuai dugaan, cewek berisik itu tampak bingung waktu gue sodorin buku tadi. Hahaha... Biarin deh! Lagian cuma itu satu-satunya buku bacaan di tas gue. Sebenernya, tuh buku punya Cakka, temen gue yang udah married. Terus tadi dia minjemin ke gue, katanya biar gue juga ketularan cepet-cepet married. (Dasar Cakka sableng!) Nah, daripada ngomel-ngomel mendingan dia baca tuh buku. Biar tampang kelipetnya hilang. Kalau diperhatikan, ni anak lumayan manis kok. 

Eh, tunggu dulu. Jangan bilang gue naksir. Gak deh! Yang benar aja! Masih anak SMA begitu! Udah gitu tu cewek berisik, bawel, cuek, manja, dan selebor banget. Dia tega ngerjain sekretaris kantor bokapnya dan bikin kerusuhan sejak masuk ke kantor ini. Dia bawa bantal dalam tas dan menaruh HP-nya di tempat makan. Ajaib banget! Gak pernah deh gue nemu cewek segeblek ini. 

Tapi mau gak mau gue akuin, dia bikin gue gak bosen nunggu di sini. Semua yang dia lakukan pasti menarik perhatian. Fantastis banget deh. Berkali-kali gue pengin senyum liat ulah-ulah gilanya, tapi gengsi! Makanya gue pelototin aja dia. 

“Eemm.. Maaf banget nih, Oom.. Bukannya saya kurang ajar. Tapi saya belom boleh baca buku beginian. Bisa dimarahin sama Papa,” ujar cewek itu dengan malu-malu menyerahkan buku itu kembali ke gue. 

Eee...dia bilang apa tadi? Gue gak salah denger, kan? OOM?! Dia panggil gue “OOM”? Sembarangan! Emangnya tampang gue setua itu! Gue baru 25 tahun, tau. Sialan ni anak! 

“Ooh...ya sudah kalau gitu!” Ujar gue se-Cool mungkin sambil meraih buku itu dari tangannya. 

“Oom kok sendirian? Lagi nunggu siapa?” Tanya cewek itu lagi. Dia melirik map yang gue bawa. “Kalau mau minta sumbangan mendingan gak usah deh, Oom. Bos Papa orangnya pelit.” 

Gue memandang cewek itu lekat-lekat. Buset deh ni anak! Udah manggil gue Oom, sekarang malah nuduh gue tukang minta sumbangan lagi. Bener-bener minta dipites. 

Tenang! Tenang! Gak boleh emosi! Orang sabar disayang Tuhan! Ngapain ribut sama anak kecil? Gak intelek! Gue menghibur dalam hati. 

Gue coba tersenyum padanya. Kata teman-teman gue, senyuman gue ini punya daya magnet yang kuat buat kaum Hawa. Buktinya Shilla, creative designer yang cantik banget itu, naksir berat sama gue. Hehehe... 

“Bukan! Saya gak lagi minta sumbangan kok!” Jawab gue, tetep berusaha mempertahankan wajah gue supaya tetap cool. Dekat-dekat cewek ini kayaknya memang butuh kesabaran ekstra. “Kamu sendiri lagi ngapain?” 

“Lagi numpang duduk!” Jawabnya sewot. “Udah tau lagi nunggu, gak liat apa? Kan sama-sama duduk di sini, berarti jelas lagi nunggu, kan? Masa' pinteran saya dari Oom sih?” Tambahnya berapi-api. 

Lah? Reaksinya bener-bener diluar dugaan gue. Gue kira dia bakal kleper-kleper liat senyuman gue, eeh...gue malah diomelin. Sialan! Ni anak gak punya selera bagus soal cowok ganteng kali. Buang-buang energi gue meladeni dia. Emm...daripada capek ngomong sama dia, mending gue bales SMS Shilla tadi deh. Mumpung gak ada kerjaan. 

Gue mengeluarkan HP dari tempat HP kulit berwarna Hitam dan mulai memeriksa Inbox. 

From: Shilla 
Sent: 08.34 am 

Good morning, Brad... 
(Hehe..sorry aku gantu nama km sesuka hati...bis km keren kaya Brad Pitt sih^-^) 
Ntar mlm km nganggur, gak? Angel ngadain Farawell Party di TC Kemang. Temenin aku dong. Kamu jgn pacaran sm laptop terus ;) 
Reply asap yah! 

Gue melirik jam tangan. Jam satu siang. Gue berani taruhan pasti Shilla lagi cemberut nungguin balasan SMS gue. Lagian cewek itu emang aneh, ya? Kenapa suka banget SMS? Kenapa mereka nungguin balasan SMS kalau bisa menelepon? Apa mereka gak tahu cowok paling malas ngetik-ngetik. Pegel! Buang-buang waktu! 

Hmmm...enaknya gue ikut gak ya ke acaranya si Angel? Lagi pula, Angel tuh yang mana ya? Emmm...yang suka pake baju pink itu kayaknya? Eh, bukan! Itu sih si Siti. Mmm...atau..yang suka bawa BMW kuning yang bikin sakit mata itu? Gak! Bukan! Itu sih namanya...Kiki, eh salah... Kinanti... Eh... Aah, gak tau siapa. 

Gue terus berfikir. Oooh... I know! Gue inget! Angel itu pasti cewek berambut cepak itu. Angel teman kampus gue dulu, tapi beda jurusan. Gue kan anak Ekonomi, dia anak Sastra. Kalau gak salah cewek itu pernah berusaha pedekate intensif ke gue deh. Bawa brownies, makaroni schotel, lasagna, salad, pokoknya segala macam makanan yang dia ngakunya bikin sendiri. 

Dasar cewek! Dia kira gue bego apa? Gue mana percaya! Cewek borju dengan gaya funky begitu mana mungkin tahan berkutat di depan wajan dan oven. Dan dugaan gue benar, Angel pernah gak sengaja mengeluarkan struk belanjanya. 

Tapi ada baiknya gue ikut, siapa tahu acaranya seru. Lagi pula, sudah lama gue gak ke TC Kemang. 

Gue menekan tombol reply dan memikirkan kalimat yang akan gue tulis buat Shilla. 

To: Shilla 
Hi Shilla.. Sorry baru bales! :) 
Boleh.. Boleh.. Kayaknya seru! Gue jemput lo jam berapa? 

Eeeh.. Tunggu! Kayaknya kurang oke. Terlalu antusias. Gue mesti kelihatan lebih cuek. Kata orang, cewek suka cowok cuek, kan? Gue memutuskan menghapus menghapus tulisan tadi. 

To: Shilla 
Males ktemu Angel! Tapi gue nganggur sih.. Jam brp? 

Hmmm... Kok kesannya kayak pengangguran banget? Ganti! 

To: Shilla 
Hm.. Boleh! Jam brp? 

Gue menatap kalimat yang gue tulis tadi lekat-lekat. Gue menimbang-nimbang sejenak. Kayaknya sih sudah cukup oke. 

“Nulis SMS aja lama banget sih, Oom.” 

Gue terlonjak. Setan kecil ini duduk tepat di sebelah gue, ikut membaca isi SMS yang gue tulis. 

“Kamu ngapain ngeliatin saya? Sana balik ke bangku kamu lagi!” Ujar gue galak, sudah lupa sama sikap cool yang tadi gue perlihatkan. Cewek satu ini lebih baik gak usah dikasih hati. 

Ups! Mampus gue! Kayaknya gue barusan kelewat galak. Makhluk di samping gue ini mendadak cemberut. Mukanya memerah. Wah, gawat! Kayaknya sebentar lagi air matanya bakal menggenang. 

“Eh, sori,” ujar gue cepet. Secuek-cueknya cowok, percaya deh, kami paling gak tahan liat air mata cewek. “Maaf ya! Saya tadi kaget banget! Kamu ngomongnya tiba-tiba sih. Eeh.. Iya nih! Saya emang lama kalau nulis SMS. Bingung! Oh ya, kamu bisa gak bantuin saya, masukin picture di dalamnya? Biar bagus,” tanyaku belepotan. Pasti cewek ini bingung gue ngomong apa. Yaaah, sama aja sih sebenarnya. Gue yakin, walaupun gak belepotan juga, dia gak bakal ngerti bagaimana caranya. Biasa-nya cewek kan gaptek sama benda-benda elektronik. 

“BISA! BISA BANGET!” Ujar cewek di samping gue penuh semangat. 

He? Gue melongo. Reaksinya sungguh di luar dugaan. Hei, mana muka cemberutnya tadi? Gila! Ni anak kaya bunglon, bisa berubah dalam sekejap. 

“Gini nih!” Dalam sekejap cewek itu merampas HP dari tangan gue, dan sibuk memencet-mencet tutsnya. Gue cuma bisa memerhatikan dengan pasrah. 

“Nih...pencet ini...trus ada tulisan insert, kan? Pilih yang ini nih!” Ujarnya sambil menatap gue. “Ngerti?” 

Gue langsung pura-punra mengangguk biar cepet. 

Cewek itu mengangguk puas, lalu kembali menguliahi gue. “Setelah itu lanjutin ke picture. Nah, kan jadi ada gambarnya. Trus bisa juga ditambah ini. Biar makin oke masukin sound juga. Oh ya, animasi juga bisa, tuh lihat!! Gambarnya jadi gerak-gerak, kan?” 

My God!! Rasanya gue pening seketika. Padahal tadi gue cuma pura-pura gak ngerti sama icon-icon di HP gue biar cewek ini gak nangis. Tapiiii...bukan berarti dia bisa seenaknya menambahkan gambar bunga mawar dan gambar hati yang ditusuk panah ini. Apalagi cewek ini nambahin lagu Endless Love buat soundnya, terus ada gambar hati yang berputar-putar, dia di tengah, membesar...membesar..dan meledak menjadi jutaan hati lainnya. GUBRAK! Bisa pingsan kegirangan si Shilla nerima SMS...emh, salah! MMS gue ini. 

“Nah! Udah deh,” ujarnya bangga dengan hasil karya mengerikannya itu, “Dikirim, ya?” Tanyanya penuh semangat. 

“Emm... Makasih! Udah biar saya aja yang kirim. Sekalian saya belajar,” jawab gue cepat. Ya Tuhan. Sial banget gue hari ini! Kenapa gue harus pura-pura jadi orang tolol didepan anak kecil? 

Cewek itu memandang gue lalu mengangguk mantap. “Ya udah! Oom kirim sendiri. Kalau ada lagi yang gak bisa, tanya aku aja...,” ujarnya sambil menyerahkan HP ke gue. Lalu dia pindah lagi ke kursinya semula. 

Gue menarik napas lega. Dengan gerakan secepat kilat, gue langsung menghapus MMS supernorak itu. Bodo amat! Nanti gue tulis lagi. 

“Udah dikirim, Oom?” Tanyanya lagi. 

“Eh.. Udah! Makasih ya! Kamu pinter juga!” Jawab gue. Pernyataan gue barusan separo bohong, separo jujur. Gue bohong karena sebenarnya message itu sudah lenyap entah ke mana. Tapi gue jujur dia itu pinter. Rata-rata cewek punya HP cuma buat gaya. Paling-paling mereka cuma bisa SMS, menelepon dan foto-foto. Sedangkan cewek dihadapan gue ini jelas fasih banget sama semua fitue yang ada di HP. Mau gak mau, gue kagum juga sama dia. Thumbs up for you, girl! 

And for the first time, gue lihat dia tersenyum. Bukan senyum jail buat sekretaris tadi, tapi senyum yang 100% tulus. Mukanya agak memerah dan kedua lesung pipinya muncul. 

Kayaknya gue benar-benar gak bosen menunggu sekarang. 


*** 


U! *CopasNovel -Bab 1


--- 

Bab 1: Menunggu itu bete abis! 


Dua belas tahun kemudian... 

“Permisi... Hhhh... Saya mau ketemu... Hhhh... Sama Papa... eeh, sa... lah... hhh... maksudnya sama... Pak Marcello...” ucapku terengah-engah. Begini nih akibatnya kalau nekat lewat tangga dan lari maraton ke lantai delapan, kantor tempat papa bekerja. 

cewek cantik dibalik meja itu mengangkat jari telunjuknya didepan bibir, isyarat agar aku gak berisik. 

“Maaf, Pak Marcello sedang rapat. Silahkan menunggu dulu di kursi yang sudah disediakan!” Ucap sekretaris kantor Papa dengan bahasa EYD yang pantas diberi nilai sembilan. Maklumlah, dia kan secretary to director, jadi harus menunjukkan citra baik. Apalagi gak cuma aku yang ada di ruangan itu, ada sekitar enam orang yang sedang duduk manis di situ. 

Aku menghela napas kecewa. Padahal aku sudah bela-belain naik bajaj secepat-cepatnya ke kantor Papa, gak makan siang di kantin, menolak tawaran Sivia untuk jalan-jalan ke pasar festival, bahkan sampai rela lewat tangga gara-gara gak sabar nunggu antrean lift lantai dasar. Apes banget deh aku hari ini! 

Oh ya, kenalkan, namaku Alyssa Saufika Umari. Tapi cukup panggil Ify saja. Sekarang duduk di kelas 2 SMA di sekolah khusu cewek. Coba bayangkan, betapa nelangsanya cewek-cewek SMA yang dikumpulkan di satu tempat tanpa satupun kaum adam? Ada sih cowoknya, tapi itu Pak Joni, guru kesenian yang sudah tua, tukang bersih-bersih sekolah yang gak kalah tua, dan tukang kebun sekolah yang sudah almarhum. 

Aku mengempaskan pantatku pada salah satu bangku didepan ruang rapat dengan sebal. Kuletakkan tasku di bangku sebelahnya dan mulai sibuk merogoh+rogoh tas, mencari HP. Saat menunggu begini, mending aku SMS gabriel, gebetanku yang kece banget itu. 

Oh ya, supaya kalian juga tahu... Gabriel itu murid di sekolah swasta kelas 3 SMA. Aku ketemu dia waktu ada perlombaan basket three on three di sekolahnya. Kalau diingat-ingat lagi jadi lucu... Waktu itu Acha, Nova, dan Keke ngotot ingin ikut lomba basket dan aku termasuk gerombolan cewek yang datang sebagai suporter. Padahal lomba basket itu khusus cowok. Hehehe... Kita sampai diomel-omelin panitianya waktu itu. Tapi kayak kata pepatah, sengsara membawa nikmat. Setelah diceramahin panitianya, kami tetap nekat duduk di situ, memberikan support buat cowok-cowok yang bertanding... daaan... aku bertemu Gabriel yang kebetulan tetangga sahabatku, Sivia. 

“Kamu mau minum apa, Ify? Tante bikinin deh!” Hah! Suara merdu itu sukses membuyarkan lamunanku. Aku mendongak. Tahu-tahu sekretaris "EYD" itu sudah ada dihadapanku. Dia tersenyum manis. Hmm... Kayaknya dia berusaha mengambil hatiku lagi hari ini. Hebat! Aku salut melihat kenekatannya. 

Aku mendelik jail. “Oooh... Gak usah repot-repot. Milkshake stroberi aja... pake satu scoop es krim di atasnya,” ucapku asal. Hehehe... Rasain! Biar tahu rasa dia. 

Seperti harapanku, sekretaris itu tampak kebingungan. “Yah, gak ada milkshake tuh, Fy... teh manis aja, ya?” Tanyanya sopan. Tapi mungkin dalam hantinya dia sedang menyumpah-nyumpahi aku. Hehehe... Biarin! Siapa suruh sok akrab?! 

Aku menggeleng. “Kalau gak ada... ya gak usah!” Balasku cuek lalu kembali melanjutkan pencarian HP dalam tas. 

“Duh, jangan ngambek dong! Ya udah, Tante pesenin yah! Tapi kamu mesti sabar nunggunya, oke?” Ujarnya ramah lalu berbalik dan berjalan mendekati telepon. 

Oh ya, nama sekretaris kantor Papa itu Lidia. Dia cantik dan anggun. Gaya bicaranya sopan dan bersahaja. Langkahnya luwes dan penuh percaya diri. Senyumannya manis dan menunjukkan tipikal gadis baik. Pokoknya, bila menggunakan skala ukur 1-10, dia pantas dapat nilai 10. Alias perfect abis!!! 

Tapi aku gak suka Lidia. Bukan karena sirik. Bukan juga karena aku gak bisa seperti dia. Tapi aku sama sekali gak suka. Papa milikku. Hanya milikku. Gak akan kuserahkan pada siapa pun. Asal kalian tahu, Papa orang nomor satu dalam hidupku. Waktu aku masih kecil, aku yakin sekali bila sudah dewasa nanti aku akan menikah dengan Papa, menggantikan Mama. Seiring berjalannya waktu baru aku tahu itu gak mungkin. Selain itu aku sada gabriel jauh lebih menarik daripada Papa. 

Sepeninggal Lidia, aku kembali menginvestigasi tasku. “Duhh! Mana sih?” Ucapku gak sabaran karena gak sabaran karena gak juga berhasil menemukan benda elektronik itu dalam tas. Ini akibatnya kalau isi tas penuh banget. 

Benda pertama yang ku keluarkan adalah kaus olahraga. Dalam sekejap aku langsung merasakan pandangan sinis dari orang-orang disekelilingku. 

“Hehehe... Maaf, Bu, Pak!” Ujarku sambil cengengesan. Yah, aku ngerti arti pandangan mereka. Tadi ada pelajaran olahraga dan kami bermain sepak bola. Karena disekolahku semuanya cewek, otomatis semua pemainnya cewek deh. Tapi gak masalah, justru permainan kita jauh lebih seru daripada pertandingan bola di teve. Malah seru banget! Tadi saja aku dan Sivia sempat berguling-guling ditengah lapangan karena rebutan bola. (Hehehe... Maklum! Cewek-cewek suka lupa bola mesti diperebutkan menggunakan kaki dan bukan tangan.) Jadi sudah dapat dipastikan kaus olahragaku itu bercampur debu dan tanah pekat. Belum lagi bau keringatku yang menempel dengan sempurna di sana. Dalam hitungan detik, seisi ruangan ber-AC ini sudah dapat menghirup baunya. 

Mereka semua tersenyum kecut kearahku. Sudah pasti senyuman itu sangat dipaksakan. Tapi ada satu orang yang gak tersenyum, cowok berdasi di hadapanku. Dia hanya menatapku tajam dari balik lensa kacamatanya. Aaah... Bodo amat!!! 

Aku mulai menegluarkan benda kedua. Bantal bergambar boneka panda. Orang-orang disekitarku langsung menatapku takjub. Bantal? Ada bantal dalam tas? Ni anak mau sekolah atau piknik di Cibubur? Begitu mungkin pikir mereka. Hehehe... Habis pelajaran bu Milly (ini sebutan kerennya, padahal sih nama aslinya Minah Linarti) benar-benar mengundang kantuk. Geografi gitu looh! Apalagi sehabis pelajaran olahraga yang super melelahkan itu. Karena itu aku bawa bantal, biar bisa tidur nyenyak. 

INDONESIA RAYA... MERDEKA MERDEKA... HIDUPLAH INDONESIA RAYA... 

Tiba-tiba terdengar suara menggelegar dari tasku. Lagi-lagi orang-orang disekitarku menengok. (Apa kepala mereka gak sakit nengok-nengok melulu? Dasar orang-orang kurang kerjaaan!) 

“Nah, itu dia bunyinya!” Ujarku penuh semangat. 

“Tapi dimana yah?” Aku kembali mengaduk-aduk isi tas dan...akhirnya...aku berhasil menemukan HP-ku dalam...ehmm..kotak bekal makanan. He? Kok bisa ada dalam sini ya? Hehehe... Bodo aah! Paling-paling Sivia yang iseng menaruhnya di sini... atau mungkin...yah, aku sendiri! 

Aku membaca nama yang muncul di HP-ku lalu buru-buru menekan tombol YES. Aku sempat melihat seorang ibu menggeleng-geleng, munkin sambil memanjatkan doa semoga anaknya gak seperti aku. 

“Halo, Vi..” 

“Lo di mana, Fy?” Ujar Sivia di seberang telepon. 

“Di kantor Bokap!” 

“Yah, nyesel deh lo! Tau gak, disini gue ketemu siapa?” 

“Siapa?” 

“Huruf pertama G... Huruf terakhir L... Ayo, tebak!!!” 

“HAH? GABRIELLL? ADA GABRIEL DISITU? HUAAA...” 

Sekretaris itu didukung enam orang lainnya menaruh jari telunjuk mereka didepan bibir. Dalam satu ketukan yang kompak banget... SSSTTT!!! 

Aku meringis. “Maaf!” 

Cowok berkacamata di hadapanku kembali memandangku dengan sebal. Aahh... Biarin aja! Sekarang aku punya urusan yang lebih mendesak: Gabriel. 

“Trus..trus.. Gimana, Vi? Duh, sial banget gue!” 

“Huehehe... Nyesel, kan? Makanya... Tadi gue suruh ikut, lo gak mau... Tau gak, si Gabriel lagi audisi band. Sumpah, keren bangeeet!!! Dia keliatan kayak Maxim waktu tangannya menari-nari di tuts keyboard...eh, Fy...bandnya udah mulai. Berisik banget nih, udah dulu yah, ntar gue fotoin deh si Iel buat elo. Daah alyssa...” 

Aku menekan tombol NO sambil menghela napas berat. Oke, kemungkinan untuk meng-SMS Iel buyar sudah. Dia lagi nge-band, pasti gak bakal sempat melihat HP. Lagi santai saja Iel jarang bales SMS, apalagi sibuk begitu. 

*** 

Satu jam berlalu... 

Ruangan yang tadinya penuh orang sekarang sudah sepi. Gelas milkshake kosong teronggok di sampingku. Majalah seventeen yang kupegang sudah lecek karena kubolak-balik berkali-kali. Sekretaris papa menghilang entah kemana. 

Aku mulai kehilangan kesabaran. Aku mendengus kesal, mengentak-entakkan kakiku dengan jengkel, bahkan tega menggulung rambut rebonding-ku sesuka hati. Gak peduli sama aturan Mas Raymon bahwa rambut yang di-bonding gak boleh diikat, dijepit, dicepol, dan usaha-usaha lainnya yang meninggalkan bekas. 

Aku melirik pintu cokelat kemerahan itu, berharap pintu yang bberat itu terbuka dan langsung memuntahkan Papa dari dalamnya supaya aku bisa cepat-cepat mengajaknya ke restoran seafood di sebelah gedung ini. Aku ingin becerita banyak hal pada Papa, terlebih lagi aku harus menceritakan nilai ulanganku hari ini. Matematika dapat 100, boo!! Papa pasti bangga luar biasa. Berdasarkan pengalaman sejak SD, bila aku dapat nilai bagus, aku sudah menyiapkan permintaan itu sejak disekolah tadi. 

Aku memencet nomor HP Papa untuk entah keberapa kali. Lagi-lagi dijawab operator. Ini dia nih yang paling bikin bete. Papa sering gak mengaktifkan HP kalau lagi rapat. Buat apa punya HP cuma buat dimatiin? 

SEBEL! SEBEL! SEBEL! Pokoknya sebel pangkat tiga sama Papa! Aku paling benci disuruh menunggu begini. 

Aku mulai mengedarkan pandangan ke sekeliling dan kembali beradu pandang dengan cowok ber-kacamata yang kini sedang berdiri di salah satu ruangan. Dia menatapku lurus-lurus dari balik keacamatanya. Sumpah! Matanya sinis banget. Kenapa sih orang dewasa gak bisa memandang remaja dengan pandangan yang lebih hormat? 

Tiba-tiba HP-ku berbunyi lagi. SMS dari Sivia. 

From: Sivia 

Fy, gue baru inget! Lo jgn lupa minta izin ke bokap klo lo month dtg ke ultah gue lusa!! Gak ada maaf klo gak dateng!! Dan gak tanggung jawab klo gabriel sampai diembat cewek2 yg dateng!! Hehe... 

Ini dia! Tujuanku datang ke sini juga karena mau mengambil hati Papa. Dengan berbekal nilai ulangan Matematika yang dapat 100, aku akan minta izin Papa agar boleh datang ke acara ultah Sivia. 

Maklum, berhubung aku anak semata wayang, Papa jadi kelewat protektif. Pulang jam sepuluh malam sama saja minta dicuekin sama Papa seharian. Naah, pas ultahnya hari sabtu besok itu, Sivia bakal ngadain “MIDNIGHT BIRTHDAY PARTY”. Artinya acara tiup lilin baru dilaksanakan tepat jam dua belas malam. Dan arti yang lebih, dalam lagi, paling cepat aku baru pulang ke rumah jam dua malam... Daaan...arti yang paling berbahaya, aku bisa dicuekin Papa sebulan penuh. 

Jadi, untuk antisipasi, aku harus minta izin Papa sambil memikat hatinya... Kalau acara ulang tahun orang lain, aku gak bakal ngotot datang. Tapi ini beda, ini acara sweet seventeen-nya Sivia. Sivia itu sahabatku, aku gak boleh gak datang. Dan satu alasan lagi: Sivia mengundang Iel dan Iel sudah bersedia datang. Karena itu, hujan badai pun akan aku lalui, asal bisa ketemu Iel di pesta itu. 

*** 

Satu setengah jam berlalu... 

Kakiku sudah kesemutan, punggungku sakit kayak orang rematik, dan perutku keroncongan. Rasanya aku ingin mendobrak pintu kecoklatan itu sambil berteriak, “PAPAAA... LAPEEER BANGEEET NIIIHH!!!” 

Mukaku sudah benar-benar berlipat-lipat. Aku mengentak-entakkan kakiku dengan keras. Cowok berkacamata tadi sudah kembali duduk di hadapanku. Dia melirikku jengkel. Aku melototinya. Apa lihat-lihat? Gak tahu orang lagi bete apa? 

Tapi tanpa kusangka-sangka dia berkalan dihadapanku dan berkata, ”Daripada lantainya rusak, mending kamu duduk diam dan baca ini!” Ujarnya datar sambil menyodorkan sebuah buku untukku. 

Aku menerima buku yang disodorkannya. Covernya merah. Judulnya: CARA-CARA AGAR PERNIKAHAN ANDA BAHAGIA. 

Aku melongo. Ni orang udah gila, kali. Memangnya aku mau married? Pacaran aja belum pernah. 

***